TEMPO.CO, Jakarta -Polisi menolak proses diversi sembilan dari 58 anak yang dititipkan di Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani karena terlibat kerusuhan 22 Mei.
Kepala Rehabilitasi Handayani, Neneng Hariyani, mengatakan proses hukum anak yang ditolak masih terus berjalan di pihak kepolisian.
Baca : Merasa Diancam Polisi, Keluarga Korban Tewas Saat Kerusuhan 22 Mei Lapor ke LPSK
Diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara dari proses peradilan ke proses di luar peradilan pidana.
"Yang diversinya ditolak jadi tetap disidik oleh polisi," kata Kepala Balai saat dihubungi, Senin, 17 Juni 2019.
Dari 58 anak yang dititipkan, kata Neneng, sebanyak 17 anak telah dikembalikan kepada orang tuanya setelah melalui proses diversi. Diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara dari proses peradilan ke proses di luar peradilan pidana.
Sedangkan, kata dia, sisanya akan direhabilitasi selama satu bulan sampai enam bulan. Anak yang direhabilitasi selama enam bulan ada 23 orang. Sedangkan, sisanya ada yang enam bulan karena dianggap sebagai pelaku kerusuhan.
"Yang satu bulan direhabilitasi adalah anak yang ikut-ikutan. Setelah direhabilitasi mereka akan dikembalikan kepada orang tuanya."
Baca juga : Terbukti Tak Terlibat Kerusuhan 22 Mei, Balai Rehabilitasi: 13 Anak Dipulangkan
Neneng menuturkan, sembilan anak yang ditolak proses diversinya oleh polisi masih mempunyai kesempatan di tingkat kejaksaan. Sembilan anak tersebut, kata dia, masih bisa mengajukan diversi oleh jaksa. "Jadi belum tertutup proses diversi untuk sembilan anak itu," ujarnya.
Menurut Neneng, ada sejumlah alasan yang menyebabkan sembilan anak gagal mengajukan proses diversi kepada polisi, terkait peristiwa kerusuhan 22 Mei. "Tapi yang mengetahui alasan itu polisi mengapa mereka menolak diversi sembilan anak itu," ucapnya.